Jumat, 18 Januari 2013

Dunia Per-KOAS-An



Kelompok besar koas

Ehmmmm….

Seharusnya blog ini udah ada dari dulu, jadi aku nulisnya ga harus mengingat-ingat lagi, setiap ada pengalaman ditulis. Tapi gak papa deh, klo bercerita tentang pengalaman yang berkesan itu bakalan mudah diingat. Apalagi pengalaman koas selama 1 tahun 10 bulan itu bukanlah pengalaman yang mudah dilupakan, bahkan tidak akan pernah dilupakan. Tapi pastinya bukan pengalaman yang ingin  diulang..hahaaaaaa…(kayaknya banyak yang setuju sama kalimat ini…hehee)

Oya kalo seandainya blog ini sudah adapun, kayaknya waktu koas ga bakalan pernah diisi, karena kalau ada waktu luang pilihan utama adalah tidurrrrrr, ya tidur adalah segalanya…


Perjalanan koas ini berawal sekitar awal bulan Oktober tahun 2010 (tanggal 4 Oktober kalau saya tidak salah ingat), seminggu sebelum Hari Wisuda S1. Pendidikan Dokter (tanggal 10 Oktober 2010) dan berakhir tanggal 30 Juni 2012. Perjalanan koas ini ga bakalan seru kalo yang koas aku sendirian, hehee…Iya Di RS "B" dimana aku “Menimba Ilmu” ini setiap tahunnya menampung 40 peserta koas, yang terdiri dari 4 kelompok besar (Stase bedah, anak, dalam dan obsgyn) untuk tahun pertama dan dibagi menjadi 13 kelompok untuk tahun kedua.


Sebenarnya cerita koas ini bukan berawal dari hari pertama ada di RS “B” ini tetapi ceritanya berawal dari pembagian kelompok dan pengundian tempat koas. Begini ceritanya…heheee…

Sebenarnya 1 minggu sebelum penentuan tempat koas, aku belum kepikiran mau satu kelompok koas bareng siapa, belum ada strategi apapun yang dipersiapkan, sedangkan teman-teman yang lain sudah mulai mencari teman kelompok, sudah mengatur akan dimana, ada yang sudah bikin strategi A-Z. tapi kok aku bingung ya, sebenarnya lebih kepasrah karena pilihan RSku saat itu ada 3 RS, tidak seperti teman yang lain harus memilih lebih kurang 8 RS. Karena saat itu aku memilih program Koas sembari melanjutkan Magister Manajemen RS jadi pasti koasnya harus di Jogja (jadi ya cuman ada 3 RS itu). Tapi, deg-degan juga sih, gimana kalo dapat RS itu (yang katanya paling ga enak-padahal belum tentu juga sih), temennya ga cocok dll.  Nah, sampai pada hari terakhir, ternyata ada teman yang menawarkan jadi satu kelompok. Akhirnya tawarannyapun aku terima. Tapi ternyata semua strategi yang dipasang, kelompok yang dirancang bubar semua. Karena penentuan tempat koas benar-benar berdasarkan pengundian. Pokoke hari itu benar-benar adalah hari yang paling melelahkan, yang awalnya pasrah jadi sedikit ngotot harus di RS itu, karena terlalu banyak masukan yang bikin hati gundah (apa itu…ga usah tau ya…hehee). Akhirnya melalui pengundian yang penuh haru, tangis, marah, muncul keegoisan individu dan kelompok dan ketegangan campur aduk di sana. Terbentuklah kelompok besar yang terdiri dari 10 rekan. Dari kesepuluh orang ini, hanya satu teman yang akrab saat kuliah S1, yg lain hanya sekedar tau nama, hanya pernah saling sapa (jangan heran ya, karena satu angkatanku itu ada ± 200 orang). Nah kelompok besar itu dibagi jadi dua, masing kelompok ada 5 orang. Nah, kami berlima selalu bersama selama tahun pertama. Kalo masuk tahun kedua, kelompok sedang tetap berlima tapi kelompok kecil jadi berempat.
Kelompok stase besar
Nah, Alhamdulillah kelompok sudah terbentuk meskipun butuh waktu lama buat menyesuaikan dengan karakter masing-masing. Ketua kelompoknya Hamam, personilnya ada Arif, Cicik, Annisa, Ina, Nia, Ismy, Maryam, Aku, Lilis. Nah kelompok yang lima orang itu personilnya Aku, Hamam, Ismy, Lilis & Maryam.
Kelompok Besar-Sedang (narsiz di Poli bedah)
Tahun pertama koas dimulai dari stase Bedah, lanjut ke stase Dalam, stase Anak dan terakhir stase Obsgyn(kandungan).

Stase pertama (stase bedah) semua serba asyik, dokter pembimbing ramah-ramah dan gak ribet, perawatnya mau diajak bekerja sama dan tugas ga sebanyak stase lain. Kasus yang ditemui beragam tapi masih mudah untuk diikuti karena memang suasana belajar di bangsal, poli dan ruang operasi tidak semenegangkan stase lain. Di Stase ini ada dua hal yang paling tidak bisa saya lupakan. Hal pertama adalah ketemu dokter-dokter pembimbing berkarakter, ada yang penuh selera humor, ada yang kebapakan dan ada yang selalu mengajarkan tentang pentingnya bekerja keras kalau ingin mendapatkan sesuatu (intinya itu kalian ga bakalan pintar kalo malas belajar). Hal kedua, di stase ini aku benar-benar menghayati peran sebagai dokter, heheee. Sampai-sampai harus mengalami betapa tidak menyenangkan jadi pasien Bedah (pernah mondok di bangsal bedah dengan diagnosis Cidera Kepala Ringan, Vulnus Lacerasi (dapat 5 jahitan "spesial" di dagu) dan VE (di kaki dan jidat).
Bangsal Pertama (Bangsal Bedah)
Kok bisa sampai CKR? Begini ceritanya….

Selama koas di RS itu, terpaksanya harus ngekos di tempat yang dekat sama RS”B” dan kosan lama dekat kampus tetap dipertahankan. Nah karena ga betah dikosan baru, aku memutuskan tetap nekat buat bolak-balik pake motor dengan jarak tempuh 30 km setiap hari. Alhasil, pada suatu hari aku nekat pake motor malam-malam ke Kosan Baru (sebut saja kos Kuning, karena emang warnyanya kuning;p), hujan deras, sendirian. Nekat karena takut kesiangan buat follow up pasien bangsal keesokan harinya. Tapi naasnya, di duapetiga perjalanan, terjadilah kecelakaan yang tidak diduga-duga, bukan ditabrak orang, tapi gara-gara menghindari sepeda seorang mbah-mbah yang tiba-tiba masuk jalan besar. Alhamdulillahnya si Mbah itu ga papa, tapi aku harus digotong ke RS “P” dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan wajah penuh darah. Sesampainya di RS “P” dapat perawatan seadanya, karena ada tenaga medis yang mengenaliku sebagai koas di RS “B”. Pindah deh ke RS “B”, dapat 5 jahitan di dagu, luka di jidat dan kaki dan harus mondok di RS selama 2 hari. Gimana koasnya? Untungnya dokterku baik banget, ga harus ganti hari tapi diitung ijin. Tp sepulang mondok tetap harus melaksanakan kewajiban, koas lagi, meskipun belum sepenuhnya pulih.
Oya, diakhir stase bedah, kami bersepuluh sempat jalan-jalan ke Semarang (ceritanya dipostingan berikutnya ya)


Kos yang pernah mewarnai perjalan koasku:)
Stase Kedua (stase dalam)
Ehmmmm.....

Ceritanya  kebanyakan isinya mengeluh, mulai merasakan betapa jenuhnya koas itu, mulai muncul karakter sebenarnya dari temen-teman koas yang lain, capek (ini bener-benar capek). Tapi malah bobot tubuh bertambah, hehee…Kerjaannya malam makan, pagi makan, siang makan, sore makan ( saking takutnya sakit klo ga makan atau makan telat, dan satu-satunya hiburan dan bisa menghindari pasien unutk sementara waktu ya makan, hehehe…Di stase ini tiap pagi harus bangun jam 3 atau paling telat jam 4, karena jam 4.30 harus follow up pasien (sebenarnya di akhir-akhir stase udah ga lagi sih, udah punya strategi, hehehe). Pulang klo tepat waktu jam 14.00 atau keseringan molor jadi jam 16.00 wib. Nah, yang paling berat kalo harus jaga malam, Arghhhhh berat banget harus stay di RS selama lebih kurang 32 jam. Tugas banyak, ketemu dokter pembimbing susah, klo udah pulang milih tidur daripada bikin tugas (akhirnya stase ini akupun prolonggg). Ujian pun butuh waktu paling ”Loooooooonnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnng” (maju tatap muka 16 kali baru diluluskan, yang ga tatap muka udah ga keitung berapa kali, jari kaki sama tangan udah ga cukup (maksudnya mau ujian selalu ditolak) pemecah rekor pokok’e, heheheee…(klo ingat kejadian ini, bener2 perjuangan yang melelahkan, tertatih, penuh air mata, berdarah-darah, sangat emosional, butuh ilmu sabar yang berlebih, tp tetap sebenarnya banyak ilmu yang beliau “titipkan”, bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi ilmu kehidupan, hahahaaaa….jadi “alay”).

Stase ketiga (stase Anak),

Ini juga ga kalah serunya, kalo itungan capeknya, stase ini sebenarnya lebih capek daripada stase dalam, tapi karena komunikasi sama dokter pembimbing lebih baik, jadi merasa lebih ”enjoy”. Banyak ilmu yang didapat, cara penulisan resep (resep puyer), klo nulis resep udah dari stase bedah tapi di stase bedah jarang pake puyer, caranya terapi cairan pada anak-anak (harus hati-hati dan butuh pengawasan lebih ketat daripada terapi cairan pada dewasa), cara mengahadapi pasien anak yang ternyata sangat rumit (terutama buat aku pribadi, hehehe), cara perawatan bayi baru lahir, cara masangin bedong bayi, membersihkan “pup”nya bayi, yang awal jijik jadi asyik, hehe…dll. Tapi di stase inilah aku mulai memakai istilah “Pengemis Ilmu”. Di stase ini, aku mulai merasakan betapa sulitnya bekerjasama dengan perawat bangsal, betapa “tidak pantas”nya mereka memperlakukan kami dan banyak hal lain yang tidak ditemukan di stase dan bangsal lainnya. Mungkin hal tersebut kami dapat karena “tekanan” dan “beban” pekerjaan di stase anak yang lebih berat daripada bangsal lain. Di sinilah juga aku mendapatkan ilmu kedokteran dan pelajar kehidupan sebenarnya. Di sini aku belajar banyak, bagaimana menyesuaikan karakterku dengan lingkungan bangsal, bagaimana cara berkomunikasi yang baik, bagaimana caranya berhadapan dengan orang yang karakternya sama-sama keras, bagaimana sebenarnya batasan kerjasama koas-perawat, dll. Alhamdulillah ujian stase anak tepat waktu.


Stase besar terakhir, stase kandungan…..

Ini stase yang beda pola jaganya dari stase lain. Jadi aturan stase ini, seminggu jaga full satu minggu di RS (bangsal, ruang bersalin dan ruang operasi). Setelah satu minggu jaga bangsal, minggu selanjutnya jaga poli. Stase ini sama seperti stase lain, dijalani selama 10 minggu. Di stase ini, kebutuhan yang paling mendesak adalah tidur….lagi-lagi tidur…heheee…iya bener, kalo sedang jaga ruang bersalin bisa ga tidur selama 24 jam. Nah selama stase ini aku belajar tidur di sembarang tempat, bisa tidur di meja jaga, bisa tidur di kolong meja, di bed pasien, di ruang jaga yang penuh orang, ga masalah yang penting tidooooorrrr. Bahkan di motorpun aku pernah ketiduran ( hahaaaa, bahaya banget kan???). Nah, di sini aku belajar cara membantu persalinan normal, kuretase, jadi asisten dokter saat operasi SC, cara memeriksa denyut jantung janin (DJJ), cara memasang IUD, dll. Dan stase ini diakhiri dengan ujian face to face dengan dokter pembimbing.


Tahun pertama dilalui dengan perjuangan, setelah itu memasuki tahun kedua…

Seharusnya tahun kedua ini lebih santai dan banyak waktu luang. Tapi karena sudah memilih ikut program S2, alhasil waktu santaipun  jadi tertunda (konsekuensi pilihan). Pagi ( dari jam 08.00 – 14.00) koas stase sedang kecil, sore atau malam atau sore malam ( dari jam 19.00-21.30 atau 16.00-21.30) kuliah S2, selama 6 hari. Minggu libur (tidooorrrr).


Di tahun kedua ini, perjalannya biasa-biasa saja, ga banyak yang menarik…kecuali 2 hal, heheeee…

Pertama Menarik dalam arti sebenarnya, pas stase Forensik ( ketemu orang-orang gila, heboh, aneh dan sempat jalan-jalan bareng ke pantai di Wonosari). Cerita ke pantai Wonosari aku posting nanti ya ( sudah 2 janji, heheheee).


Kedua, menarik dalam arti tidak sebenarnya. Maksudnya ???? Stase mata ( ada apa???? aduh malas cerita, jadi sakit ati bawaannya)…sudahlah ya, aku lewatkan saja, cukup jadi pembelajaran buat aku aja, ga bagus buat dikenang , hehehehehheheeee….
Kelompok Stase Kecil ( ini stase terakhir, stase hitam-putih-abu-abu)


Nah, itukan perjalanannya, klo orang-orangnya. Ga ada duanya deh, seru, gila, aneh, baik-baik, terutama kelompokku yang 5 orang itu ( mudah-mudah2 persahabatan kita ga luntur oleh air hujan ya..hehehe). Ingat banget saat-saat Lilis ngambek gara-gara aku cuekin, Hamam yang kadang bijak kadang aneh, Maryam yang moody, Ismy yang paling normal dari kita berlima, heheeee….

Alhamdulillah, bentar lagi Hamam sama Ismy mau naik pelaminan ,heheee...(akhirnya nduk....)…Oya ingat banget sama janjinya Hamam klo ketemu sama nenek2 kaya raya….(ingat ya mam, janji itu hutang):p



Bubar Angatan 40 tahun 2011
Yeiii….waktu lebih kurang 2 tahun aku rangkum dalam 2 jam…

Itu sih hanya cerita, yang mungkin ga berarti buat siapa-siapa, tapi Hal yang paling penting yang bisa dipetik dari cerita saya di atas ( ini versi saya ya, mungkin sebenarnya ga ada ditulisanan itu, hehehee). Hal itu adalah “Sukses itu butuh perjuangan, sukses itu butuh kesabaran”, ada saatnya kita akan memetik hasil dari perjuangan kita. “Dan inipun kan berlalu” ( jadi semua yang sebenarnya kita anggap sulit, klo dihadapi pasti akan berlalu juga, meskipun ga tau kapan berlalunya…..)


Alhamdulillah, rasa syukur yang tak terhingga dipanjatkan kepada Allah SWT (selalu yakin, perjalanan panjang dan berliku yang telah dijalani selama ini, tidak pernah luput dari campur tangan yang di atas), Kuliah di UMY (ga pernah terbayang sebelumnya), Koas di RS”B”, diberi kesempatan melanjutkan pendidikan S2, Stase kompre 2 bulan di Semarang dan akhirnya sekarang bisa jadi dokter). Dan perjuangan dan doa orang tua yang tidak akan pernah terbalaskan, dukungan kakak dan keluarga lain, teman-teman. Terimakasih.

Best regards,

Della Mawros Dwita^^

Internship oh...internship...

Calon Peserta Dokter Internship FKIK UMY
       Siang ini sempat deg-degan setelah mendapat kabar dari teman sejawat tentang wahana (tempat penugasan internship). Waduh kok ga ada Bengkulu (daerah asal) yak? kok jatah penempatan di Jogja buat dokter UMY hanya 22 orang aja ya? Padahal dokter UMY jumlahnya lebih kurang 160 orang. Peluangnya kecil banget kalo mau ke Jogja. Nah, yang lebih bikin deg-degan itu ada Sulawesi Tenggara (daya tampung paling besar) dan Kalimantan Barat yang disebut-sebut sebagai wahana selain Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebenarnya apa sih yang bikin deg-degan? Ga tau pasti..tapi banyak banget....Mungkin ketidaksiapan beradaptasi di tempat baru, lingkungan baru, teman-teman baru, masalah financial, ribetnya nyari tempat tinggal baru lagi, tesis yang bakalan semakin terbengkalai klo harus ke tempat yang jauh (ini yang paling bikin kawatir) dan pastinya lagi-lagi akan merepotkan orang tua. Yah sudahlah, saya cukup berdoa, semoga ditempatkan di tempat yang terbaik...Aamiin. 

Oya mungkin masih banyak yang belum mengerti apa dan kenapa sih  ada Program Internship itu? Dokter internship itu udah dokter apa belum ya? Kok ada yang beberapa Fakultas Kedokteran yang wajib internship tapi ada juga yang ga wajib dan Apa bedanya internship dan PTT dan pertanyaan lainnya. 

Program Intership Dokter Indonesia (KIDI) merupakan kesepakatan dari hasil pertemuan antara Kemenke dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Diknas. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Kesehatan bertindak selaku koordinator  persiapan dan penyelenggaraan PIDI dalam hal pengorganisasian dan penyelenggraannya, sedangkan teknis PIDI merupakan tanggung jawab IDI melalui Kolegium Kedokteran dan Kedokteran keluarga Indonesia. Sedangkan penyelenggara KIDI ini dilaksanakan oleh Komite Internship Kedokteran Indonesia (KIDI) yang terdiri dari KIDI Pusat dan KIDI  Provinsi. 

PIDI ini adalah proses pemantauan mutu profesi dokter untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan secara terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan yang wajib dilaksanakan oleh dokter lulusan baru dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)yang telah lulus UKDI (Uji Kompetensi Dokter Indonesia). Jadi yang masih metode konvensional belum wajib mengikuti PIDI ini. Nah, ini menjawab kenapa ada beberapa FK (Fakultas kedokteran) tidak menjalani program internship.

Dasar Hukum:
·       Permenkes RI Nomor 229/Menkes/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan ProgramInternship dan Penempatan Dokter Pasca Internship
·   Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1/KKI/PER/I/2010 tentang Registrasi Dokter Program Internship
Tujuan :
·       Meningkatkan kesempatan dokter baru lulus program studi, dokter untuk mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dalam rangka pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga kepada pasien, dalam rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan dalam kemahiran melayani pasien secara profesional.
·      Pemenuhan kebutuhan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan.
  Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) menjadi harapan untuk perbaikan sistem kesehatan di Indonesia. Disamping  untuk menjaga kualitas kompetensi dokter, program dokter intership juga diproyeksikan untuk meratakan distribusi tenaga dokter hingga kedaerah-daerah terpencil dan daerah bermasalah kesehatan.

Tujuan lain dari program internship  yang pernah disampaikan Prof.Mulyohadi ketua KIDI pusat kepada calon dokter Internship FKIK UMY bulan desember 2012 saat pembekalan  adalah sebagai pelindung bagi dokter lokal terhadap AFTA yang akan dimulai tahun 2015. Saat AFTA di mulai, setiap negara tidak boleh memberikan regulasi kepada dokter asing yang tidak dilakukan oleh dokter lokal. Sehingga dengan adanya Coass dan UKDI lalu disertai Internship maka akan membuat dokter asing berpikir 2 kali untuk menginvasi Indonesia.

Alur Program Internship :
Ijazah diperoleh ketika seorang mahasiswa menyelesaikan program studi pendidikan dokter di universitasnya masing-masing.Setelah mendapatkan ijazah, kita masih harus mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Apabila kita lulus, kita baru bisa mendapatkan sertifikat kompetensi (Serkom).  Ijazah dan serkom adalah syarat agar kita bisa mengikuti internship. Setelah seorang dokter menyelesaikan program internship, ia akan memperoleh Surat Tanda Selesai Internship (STR Int).Sertifikat Kompetensi dan Surat Tanda Selesai Internship merupakan kelengkapan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebagai dokter umum.
Alur Program Internship
Penempatannya PIDI ini dilakukan secara transparan dengan cara diundi. Sebelum ditempat, dilakukan mapping terlebih dahulu untuk dilihat skala prioritasnya mana yang lebih membutuhkan dan kekurangan tenaga kesehatan oleh KIDI. Dilihat daerah mana yang memiliki sarana pelayanan kesehatan type C dan D. Jangka waktu praktik bagi dokter intership adalah satu tahun, yaitu 8 bulan berpraktik di RS type C atau D, dan 4 bulan di Puskesmas Kabupaten/Kota.

Dalam praktiknya, para dokter yang baru tamat ini akan didampingi oleh seorang dokter pendamping atau supervisor. Satu dokter pendamping untuk 5 dokter internsip yang ditempatkan. Pembiayaannya, sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Mulai dari akomodasi, fasilitas tempat tinggal, hingga biaya hidup setiap bulannya sebesar Rp 1,2 juta. Pembiayaan (istilah Prof. Mulyohadi "Bantuan Hidup") ini akan diberikan setiap tiga bulan sekali.

Assessment peserta Internship didasarkan atas pencapaian tujuan Internship, dimana lingkup dari assessment ini adalah Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), medik, bedah, dan gawat darurat. Bahan yang diassessment adalah log book, laporan kasus, porto folio, dan kinerja peserta.

Nah, Kalau beda Internship dan PTT itu adalah Program Internship hukumnya wajib dan dokter internship belum mempunyai kewenangan mempunyai praktik mandiri. Sedangkan PTT (Pegawai Tidak Tetap) adalah pilihan. Tahap ini tidak wajib, tapi bagi yang ingin mengambil program spesialis sangat disarankan untuk melalui tahap ini. Biasanya PTT selalu ditempatkan di daerah terpencil atau sangat terpencil. Dokter PTT sudah mempunyai kewenangan mempunyai praktik mandiri.

Sebenarnya masih banyak yang mempertanyakan efektifitas pelaksaan PIDI ini, masih ada yang belum setuju baik itu dari pelaku (dokter internship) maupun orang lain (orang tua. mahasiswa kedokteran, masyarakat, anggota dewan, dll) tentang Nominal “Bantuan Hidup” yang dinilai “tidak layak”, keterlambatan pembayaran, disamaratakannnya nominal “Bantuan Hidup” antara yang di Jawa dan luar Jawa, tidak adanya jaminan kesehatan, Hak dan Kewajiban yang tidak jelas (maksudnya Wahana yang melaksanakan PIDI ini belum sepenuhnya mengerti tentang program ini atau KIDI sebagai pelaksanan belum maksimal bekerja), tentang anggapan masyarakat Dokter Internship yang disamakan dengan Coass (padahal dokter internship sudah bertanggung jawab sepenuhnya terhadapat tindakan medis yang dilakukan di Wahana tersebut). Tapi ada juga yang sudah memetik manfaatnya, seperti dokter internship itu sendiri, wahana yang benar-benar membutuhkan bantuan tenaga dokter dan masyarakat sekitar.

Yah, terlepas dari pro dan kontra di atas, harapan saya dan teman-teman yang akan menjalani program Internship tahun 2013. Semoga Program ini dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan awal, Pihak pelaksana (KIDI) sudah benar-benar siap melaksanakan program ini dan Wahana sudah memahami sepenuhnya tentang hak dan kewajiban dokter internship selama program dan kami dapat menjalani program ini dengan ikhlas. “ Selalu ada Hikmah di Setiap Perjalanan Hidup yang dijalani dengan Ikhlas”. Aamiin.
           
              
Salam,
Della Mawros Dwita^^